Tuesday, April 1, 2014

Surat Untuk Mantan

Kamu bilang, kamu sayang aku selamanya.
Kamu bilang, kamu cinta aku selamanya.
Kamu bilang, kamu nggak peduli apa kata orang, yang penting aku sama kamu selamanya.

Selamanya?
Selamanya menurut pengertianku adalah, ya, selamanya.
Aku kira, menurut kamu pun begitu.
Ternyata, selamanya menurut definisi kamu adalah hanya 4 tahun lamanya.

4 tahun bukan waktu yang sebentar untuk kita saling mengenal satu sama lain.
4 tahun bukan waktu yang sebentar untuk dibagi bersama orang lain.
Dan, 4 tahun bukan waktu yang sebentar untuk dilupakan begitu saja.

Sudah hampir dua tahun sejak terakhir kali kamu bilang “aku sayang kamu”, tapi semua memori itu masih tersimpan rapi dalam otakku.
Bagaimana tidak, hampir setiap sudut kota—rumah, sekolah, kafe, mall, bioskop, taman, bahkan masjid pernah kita datangi berdua.
Barang-barang pemberianmu pun sampai sekarang masih ada.
Kamu kira aku lupa? Kamu salah.

“And the hardest part was letting go, not taking part.” – The Hardest Part, Coldplay.

Merelakan dan melupakan memang bagian tersulit. Jadi, aku tidak berniat melupakan semuanya. Aku hanya mencoba untuk tidak mengingatnya lagi.
Biarlah memori itu tersimpan rapi.

Waktu putus pertama kali, kamu harus tahu betapa aku mengutuk Tuhan karena sudah memisahkan kita.
Aku begitu menyalahkan Tuhan, dengan berkata Ia tidak adil, dan Ia tidak menyayangi aku.
Kalau Tuhan menyayangi aku, harusnya Ia membiarkan kita bersama. Selamanya.
Saat kemudian kamu kembali lagi, aku pun berpikir, “Tuhan memang menyayangi aku.”
Tapi segala sesuatunya sudah berubah, aku tahu kamu juga tahu.
Kemudian kita berpisah lagi—untuk terakhir kalinya.
Waktu itu, aku lagi-lagi menyalahkan Tuhan dan menyalahkan kamu.
Aku bertanya-tanya, "Katanya selamanya?"
Lama-lama, aku sadar. Tuhan memang benar-benar menyayangi aku dengan tidak membiarkan kita bersama selamanya.

“Jalanmu bukan jalanku, dan kau telah memilih.” – Jalanmu Bukan Jalanku, Andra and The Backbone.

Segala sesuatu terjadi karena ada alasan dibelakangnya.
Dan aku percaya, perpisahan kita pun terjadi karena ada alasannya.
Tuhan tahu, jalan kita memang berbeda sejak dulu.
Mungkin, kita yang tetap memaksakan keadaan waktu itu.

Aku tidak mengharapkan kita untuk kembali lagi. Apalagi, berharap untuk bersama selamanya denganmu, seperti dulu.
Sekarang, biarlah aku bahagia dengan caraku.
Dan kamu, bahagia dengan jalanmu.


(Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara)

Wednesday, February 5, 2014

Memancing (Ikan dan Perhatian)

Gue nggak ngerti, kenapa Ayah hobi banget memancing. Padahal menurut gue, memancing itu termasuk kegiatan paaaaaaaaaling ngebosenin sedunia.

Yaiyalah, ngapain juga duduk seharian di pinggir kolam, nungguin umpan yang kita kasih dimakan ikan? Apa sih enaknya?

“Memancing itu bukan sekedar bikin umpan sama dapetin ikan. Banyak hal lain yang bisa kamu ambil dari kegiatan ini loh. Misalnya nih, sambil nunggu umpan dimakan ikan, kamu bisa kenalan sama pemancing lain. Nambah temen loh itu. Ayah udah dapet banyak banget temen yang ketemunya di pemancingan. Kamu juga bisa kenal sama orang dari berbagai kalangan, kayak polisi, wirausaha, supir, dan lain-lain. Kamu bisa share pengalaman juga sama mereka.”

“Memancing juga melatih kesabaran. Kadang sampai berjam-jam juga belum dapet tuh ikannya. Disitu kesabaran kamu dilatih, kamu masih mau lanjut nunggu sampe umpannya dimakan ikan, atau kamu udahan gara-gara bete gak dapet-dapet ikannya.”

“Terus nih, kamu pernah ngga ngerasain kamu udah menginginkan sesuatu sejak lama, dan akhirnya keinginan itu tercapai? Seneng kan pasti? Sama kayak pemancing, yang udah berjam-jam nunggu, terus tiba-tiba umpannya dimakan ikan. Itu seneng banget loh rasanya.” Begitu kira-kira kata Ayah.

Setelah gue cerna dengan baik kata-kata Ayah barusan, ternyata memancing ikan nggak jauh beda sama memancing perhatian gebetan.

Untuk memancing perhatian gebetan, kita juga butuh ‘umpan’ yang baik. Umpan tersebut bisa berupa kode atau perlakuan dan sikap kita ke gebetan.

Memancing perhatian gebetan memang ngebosenin, apalagi kalau diresponnya lama. Tapi kalau dipikir-pikir, memancing perhatian gebetan bisa nambah pengetahuan dan nambah teman. Nambah pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan sama gebetan, soalnya kita biasa nyari tahu tentang alamat, social media, nomor hp, nama orang tua (penting ga penting sih), hobi, kesukaan, jumlah mantan, yang lagi deket sama dia siapa, yang lagi ngedeketin dia alias kompetitor siapa, dan lain-lain. Kalau nambah teman, biasanya supaya cepat direspon gebetan, kita suka ngedeketin teman-temannya dulu. Iya kan? 

Memancing perhatian gebetan juga sangat melatih kesabaran. Kadang udah ngasih seabrek kode, tetep aja nggak nyadar (atau pura-pura nggak nyadar). Kesabaran juga suka diuji, kalau misalnya gebetan kita ternyata udah punya pacar atau gebetan kita lagi ngegebet orang juga. Kadang kita dilema (cie), mau lanjut apa nyerah aja.

Dan, kita juga merasa senang banget kalau ternyata ‘umpan’ kita direspon balik dan baik sama gebetan, bukan? 

Well, intinya memancing (ikan ataupun perhatian) itu memang ngebosenin dan menguji kesabaran banget. Tapi kalau kita sabar dan mau usaha terus, hasilnya akan worth to wait kok :)


Ps. Gue pun sedang dalam 'tahap memancing'. Lol. Doain ya supaya ‘umpan’ nya cepat ketangkep :))))))))))

Tuesday, February 4, 2014

Dari Anak Kos, Untuk (Calon) Anak Kos

Entah kenapa, setiap malam pertama gue kembali ke kamar kos setelah liburan, gue selalu gak bisa tidur dengan tenang. Suka agak gelisah dan susah tidur gitu. Sebenarnya itu lebih mendingan, dibanding waktu pertama kali datang ke kamar kos ini. Yah, namanya juga pertama kali ngekos, belum terbiasa. Gue gak bisa tidur sama sekali, dan selalu ngerasa paranoid sama hal-hal yang nggak masuk akal. Misalnya, gue takut air kerannya tiba-tiba keluar sendiri lah, takut ngeliat jendela lah, dan lain-lain. Mungkin ini efek kebanyakan nonton film horror dan thriller. Hehe. Dan dulu, gue gak berani matiin lampu kalau tidur karena takut. Bahkan kalau lagi tidur terus tiba-tiba mati lampu, gue akan refleks kebangun dengan keringat dingin bercucuran dan deg-degan. Malah pernah mati lampu jam 2 pagi, nggak nyala-nyala, lalu gue nggak tidur lagi sampai ngampus pagi. Terus mandi nya gimana? Percaya atau nggak, pintu kamar mandinya dibuka dan gue taruh laptop didepan pintu supaya terang.

Berlebihan? Memang. Tapi gue bener-bener takut aja.

Karena lelah di daerah kosan gue itu mati lampu terus, suatu hari gue ketiduran pas mati lampu. Gue tidur gelap-gelapan dan gue survive, bisa tidur dengan nyenyak. Semenjak itu gue jadi berani matiin lampu pas tidur. Soalnya gue merasa juga kalau tidur lampunya dimatiin kerasanya lebih nyenyak. Hehe.

Tapi gue gak akan ngebahas yang horror-horror gitu kok, gue justru akan ngeshare pengalaman yang (menurut gue) harus banget diketahui sama calon-calon anak kos.

Dulu gue berpikir, kalau jadi anak kos itu enak banget. Bebas, gak diatur lagi sama orang tua, keluar bisa sampai jam berapa aja, mau pergi kelayapan kemanapun juga bisa. Tapi kenyataannya, jadi anak kos juga harus punya aturan.

Kosan gue dijaga oleh satu keluarga (ibu dan bapak yang punya 2 anak) yang tinggal disitu, bukan sekedar jaga doang. Ini tips penting buat calon anak kos, kalau mau cari kosan yang ada penjaga tetapnya, bukan penjaga harian atau satpam aja. Buat apa? To make sure you’re safe there. Lebih bagus lagi yang ada ibu kosnya. Jangan lupa juga cari yang ibu kos nya baik :)

Ibu kos gue membebaskan kita mau bawa temen, pacar (ini serius, asalkan pintu kamarnya gak boleh ditutup), keluarga, siapapun main ke kosan selama jelas identitasnya dan bilang dulu sama ibu. Jam malem pun ga dipermasalahkan asalkan jelas mau kemana dan ngapain, juga nggak keseringan keluar dan pulang malem. Terus, setiap mau pergi harus pamit sama ibu. Gue lumayan sering pulang malem (kebanyakan karena rapat………………………dan main) dan gak enak sih ngebangunin tengah malem minta dibukain pagar atau pintu, itu juga bikin gue sadar kalo gue gak boleh keseringan pulang malem.

Ibu kos atau penjaga kos itu, bakalan baik sama kita kalau kita juga menghargai peraturan yang dia buat. Once you broke the rules, you’re gonna have a bad time.

Contohnya nih, waktu itu, gue gak bisa tidur karena ada suara ribut-ribut di lantai bawah. Gue keluar dan ngintip dari balkon, ternyata ada anak kosan gue yang diomelin ibu kos gara-gara dia bawa pacarnya ke kamar dan pacarnya ngunci pintu kamar.

Bego? Banget.

Berhubung gue anaknya sangat kepo, gue langsung menyimak pembicaraan tersebut. Ternyata itu bukan yang pertama kali dia kepergok kayak gitu. Ibu marah karena udah berkali-kali dan masih aja ga berubah. Si anak itu menangis di depan ibu dan bapak. Dia bilang, itu pacarnya yang nyuruh ngunci kamar. Langsung lah ibu dan bapak menasehati, kalau cowok yang udah berani kayak gitu, tandanya dia bukan cowok baik-baik.

“Harusnya dia tau, peraturan disini kan emang gak boleh ditutup kamarnya, apalagi dikunci. Kalau cowok udah berani kayak gitu, dia pasti mau macem-macem. Masih untung kamu nolak, coba kalo kamu juga kegoda? Mau jadi apa kamu?”

“Kamu harusnya cari cowok yang bisa menghargai kamu. Dengan menghargai kamu, berarti dia juga menghargai dirinya sendiri. Dia aja kayak gitu kelakuannya, berarti dia nggak menghargai kamu sebagai cewek. Kamu juga harus punya harga diri, jaga kehormatan kamu.”

“Ibu ngerti banget kok, wajar kalau anak seumuran kamu punya pacar. Namanya juga anak muda. Tapi kamu harus ingat, pacar kamu yang sekarang itu belum tentu nantinya jadi suami kamu. Makanya jangan mau kalau disuruh apa-apa sama dia. Jaga diri kamu baik-baik. Kalau kamu nggak mau, bilang. Jangan mau-mau aja disuruh-suruh sama dia.” begitu kira-kira kata Ibu.

Kata-kata Ibu barusan juga membuka pikiran gue dan nyadarin gue banget, sumpah. Apalagi yang terakhir :) #pengalaman #pribadi #masa #lalu

Pas gue lagi ‘asik’ menyimak, tetangga serong kamar gue, Desi, ternyata juga lagi menyimak pembicaraan tersebut dari tadi. Malah kata Desi, sebelum Ibu dan bapak ngomelin anak ini, mereka berdua ngomelin pacarnya. Wow. Great.

“Tugas kamu disini itu belajar, biar sukses. Biar nanti dapet pasangan yang sukses juga, yang baik, yang sopan.” Kata Bapak.

Si anak itu menangis dan minta maaf. Ibu dan bapak lalu bilang, kalau mereka sebenarnya nggak marah sama anak itu. Mereka tahu banget kalau anak itu adalah anak yang baik, cuma pacarnya aja yang ‘rada-rada’. Mereka kasihan dan nggak mau kalau anak itu kenapa-kenapa gara-gara kelakuan pacarnya.

Dari contoh kejadian diatas, sebenarnya itu masalah klasiknya anak kos banget sih. Kita ‘kaget’ sama kebebasan yang didapat, jadinya malah kelewatan memanfaatkan kebebasan itu. Intinya, walaupun udah tinggal sendiri dan bebas, kita tetap harus punya prinsip dan aturan, supaya bisa jaga diri.

Ingat juga tuh, orang tua kita yang udah capek-capek biayain kos setiap tahun dan kuliah setiap semester. Jadiin itu motivasi supaya rajin kuliah dan cepat lulus, guys. Mau cepat sukses kan? :)